Friday, September 12, 2008

Merindu Dirinya

Malam ini, usai membaca ini, menelusuri tulisan-tulisan di sini, lalu pindah ke arsip lama ini, mendadak teringat pada seseorang.

Yang senyumnya selalu ngangenin. Yang nasehat-nasehatnya tak pernah membosankan, meski diulang puluhan kali dengan titik-koma sama. Yang suaranya menenangkan. Yang telepon-teleponnya selalu dinanti, walau hanya sekadar bilang, “Lagi ngapain? Jangan makan mie instan terus!”

Malam ini, membongkar hard disk tanpa tujuan, baru saya sadar, saya tak punya fotonya. Sebuah pun. Foto adik, saudara, sahabat, kawan, tetangga, semua ada. Dalam jumlah ratusan. Kecuali dia.

Malam ini, membaca ini, menelusuri tulisan-tulisan di sini, lalu pindah ke arsip lama ini, baru saya sadar.

Saya kangen dia. S a n g a t.

Rambut acakacakannya. Telapak tangannya yang kasar tapi selalu hangat. Kaus belel yang ituitu lagi, meski sudah berkalikali diprotes. Kacamata baca yang gagangnya miring sebelah. Jeans kusam yang bernasib sama dengan kaus-kaus belelnya.

Senyumnya. Binar matanya.

Hanya untuknya, saya ingin selalu punya waktu. Untuk bilang saya sayang dia.

Untuk bilang, sampai kapan pun, apa pun yang terjadi, dia tetap pujaan hati nomor wahid. Jawara yang tak ada bandingannya.

Untuk memberitahu, selalu tersedia sebuah kamar di hati khusus untuknya, tanpa kunci, dan dia boleh datang kapan saja.

I love you, Pa.

No comments: