Saturday, March 17, 2007

Semut Merah Kupret

Kemarin, waktu lagi asyik-asyiknya mencermati laporan stok produk di ruangan manajer (yang harus direvisi karena kecerobohan saya – darn!), mendadak saya digigit semut merah.

Sakitnya nggak seberapa, kayak disuntik zaman TK (doooh!), dan semutnya juga langsung mati tertindih lengan saya. Tapi gatalnya… duh.

I began to scratch, and couldn’t stop. Bekas gigitan yang tadinya hanya bentol kecil, mulai membesar. Akhirnya saya mengoleskan minyak kayu putih dan belagak bego.

Things gone smoothly, saya menyelesaikan tugas-tugas hari itu, pulang, mandi, makan, de-el-el – samasekali lupa tentang si bentol. Sampai tadi pagi saya bangun, dan mendapati –OH, NO— bentol tersebut sudah berubah jadi bengkak merah yang guatelllll tenan...

Setelah mengoleskan minyak tawon (yang katanya manjur untuk mengobati segala jenis gigitan serangga – you can write it down… in case ^_^), saya misuh-misuh sejenak sambil mengamati bengkak. Awalnya, semua kesalahan tentu saja ditimpakan pada semut kampret itu. Lalu saya mikir, “Ah sudahlah, udah mati juga. Mungkin gigitannya ini adalah upaya terakhir membela diri sebelum ‘game-over’ ketimpa.”



Kalau melihat dari sudut pandang si semut (yang mungkin sekarang lagi nyukurin saya dari ‘alam sono’), kayaknya ia pantas berbangga hati, karena perjuangannya yang terakhir ini tidak sia-sia – bahkan bisa dibilang membanggakan.


I admired that stupid ant, though.
Badan seuprit itu, gigitannya bisa bikin bengkak kayak gini

’Tuk si semut merah: semoga berbahagia di alam sana… jangan kirim teman-temanmu, ya!

1 comment:

Anonymous said...

hihih..
gue pernah nepok nyamuk, tau2 temen gue bilang..

"Eh, gimana kalo itu nyamuk yang sudah berkeluarga dan sedang dalam perjalanan pulang, menemui anak istri sambil membawa nafkah.."

gue -dengan bloonnya- langsung merasa bersalah.. hahah