Tadi malam saya
Saya bisa mentolerir dengkuran seseorang yang tidur persis di sebelah saya (ya mau diapain lagi, bow, udah dari sononya ‘kali), tapi mbok yaaaaao tidurnya jangan sambil nyetel radio! Kalaupun teuteub mau nyetel, tolong ya itu radionya jangan diumpetin entah di mana. G-A-N-G-G-U. Saya sedang menimbang-nimbang untuk membangunkan si pemilik radio, ketika handphone orang yang tidur di seberang saya berbunyi. Setelah berdering dengan frekuensi yang membuat saya tergoda mencelupkan handphone ke bak mandi, teman saya akhirnya mengangkat benda keparat itu. Dan ngobrol dengan asyiknya.
Edan. *untuk memperhalus kata geblekmonyongkampret*
Demi kesejahteraan jiwa, jadilah saya hijrah ke kamar Alex.
Bocah itu sedang tidur dengan pulasnya ketika saya mengendap-endap masuk dan merebahkan diri di alas karet bongkar-pasang tempat bermainnya. Kurang nyaman, tapi lumayan lah. Saya menutupi tubuh dengan selimut tebal dan bersiap-siap tidur
...ketika Alex mendadak bangun, dengan kronologis sebagai berikut:
30 detik pertama: guling-guling di ranjang.
30 detik kedua: mulai memanggili Ncus.
30 detik ketiga: Ncus terbangun dan menghampiri Alex.
30 detik keempat: Alex menolak ditidurkan kembali.
30 detik kelima: Alex merengek dan mulai menangis.
30 detik keenam: Ncus berusaha mendiamkan.
30 detik ketujuh: Alex menjerit.
30 detik kedelapan: Alex semakin keras menjerit.
30 detik kesembilan: Alex masih betah menjerit.
30 detik kesepuluh: Mommy dan Daddy keluar kamar.
30 detik kesebelas sampai seterusnya, terjadi adu mulut paling menegangkan
Hancurlah istirahat malam yang tenang dan syahdu.
Saya? Pasrah di balik selimut. Lha mau ngapain lagi?
Jangankan ikut campur, tindakan paling gagah yang saya lakukan cuma mengintip sahabat saya yang sedang duduk di meja makan dengan ekspresi desperate, sementara sang suami masih keukeuh adu suara dengan si bocah.
Pukul 3 pagi, akhirnya Alex capek dan terlelap - setelah dibuai di kamar, ruang tamu, ruang makan, teras dan dapur (seriously).
Dan menangis lagi pada pukul 8.
What a day.
Hari ini, sahabat saya (Daddy-nya Alex) kembali mengajar dalam training, seperti biasa. 3 session pagi-siang, 1 session malam. Plus menjadi narasumber sebuah program radio yang menyita seluruh waktu istirahat sorenya. Saya cuma geleng-geleng heran melihatnya cuap-cuap dengan intensitas yang tidak menurun sedikit pun. Kok bisa, ya? FYI, menurut si Ncus, rewelnya Alex ternyata sudah berlangsung selama beberapa malam dan dengan suksesnya menjadikan sahabat-sahabat saya makhluk nokturnal.
Hari ini Alex didisiplin; tidak boleh main keluar rumah dan tidak boleh ikut para Auntie & Uncle jalan-jalan ke mall seperti yang sempat dijanjikan kemarin sore. Sebagai gantinya, DVD anak-anak siap menemaninya bermain dan makan siang.
Si bocah kriwil berlari gembira ketika saya dan dua orang teman datang ke rumah. Dia berlari-lari menyambut sambil minta diajak pergi, yang sayangnya, kali ini tidak bisa kami penuhi.
Dia tertawa-tawa memamerkan gigi yang belum semuanya tumbuh sambil memeluk boneka 'Sweet Banana' erat-erat, bikin geli sekaligus gemas.
Namun, dari semuanya, yang paling menyentuh adalah pemandangan di siang hari, ketika Daddy pulang ke rumah untuk makan siang.
Daddy menjenguk Alex yang asyik bermain di kamar bersama Ncus.
Begitu melihat ayahnya, Alex segera berdiri di atas tempat tidur, memanggil-manggilnya sambil berloncatan gembira.
Daddy tersenyum lebar dan mengembangkan tangan. “Sini, hug Daddy.”
Alex berlari ke pelukan Daddy dan menghadiahkan 2 ciuman, pipi kiri dan kanan. Adu mulut paling menegangkan
Buat saya, mereka ini adalah manusia-manusia super. Mereka, dan semua orangtua di seluruh belahan dunia – karena orang-orang ini mampu berkali-kali merasa kesal, capek, jenuh, letih, jengkel, marah dan menangis tanpa pernah kehilangan cinta.
2 comments:
Kan kata ortu doeloe 'perang' itu ndak boleh sampe matahari terbenam...
malam berikut tdurnya sukses gak...?
Nggak juga tuh, teteub rewel sampe jam 1. Hahaha.
Post a Comment