Saturday, February 16, 2008

Membeli Senyuman

Benda yang paling disukai Alex –putra sahabat saya yang berumur 2,5 tahun- adalah buku. Bukan mainan, bukan teddy bear, bukan bola warna-warni yang bisa bernyanyi kalau dipantulkan, bukan balon gas yang bisa membubung tinggi, juga bukan tenda kecil yang dibelikan uncle-nya sebagai hadiah Natal.

Ingin memberi hadiah untuk Alex? Ingin mencuri hatinya? Ingin membawakan oleh-oleh?

Gampang. Buku lah jawabannya. Nggak perlu yang mahal. Wong buku fotokopian yang minim gambar aja dia suka.

*Tentang gimana ceritanya Alex bisa menyukai fotokopian yang hitam-putih dan nggak jelas gambarnya itu, saya juga heran.*

Cara paling mudah untuk mendiamkan Alex saat sedang rewel? Ajak saja dia membaca. Jangan lupa tambahkan mimik wajah lucu. Dia akan terbahak-bahak sampai lupa pada rengekannya.

Cara paling mudah menidurkan Alex? Berikan sebuah buku. Dia akan memeluknya sampai tertidur (walau kadang-kadang tetap harus digendong atau dikelonin juga sih, hehehe).

Saya sangat suka memberikan hadiah buku untuk Alex. Pertama, saya paling kagok dalam pilih-memilih kado. Biasanya, jelang hari ulang tahun sahabat-sahabat saya, saya akan mengirimi mereka SMS berisi pertanyaan: Elo mau kado apa? Selanjutnya barulah saya bergerilya mencari benda yang disebutkan.

Pernah, saking bingungnya, saya memberi hadiah ulang tahun berupa voucher handphone kepada seorang sahabat yang sedang berada di luar kota. Sangat biasa dan tidak berkesan, tapi yang ada di otak saya waktu itu hanya: yang penting kepake dan berguna.

Karena Alex sangat suka buku, pilihan saya dalam mencari hadiah jadi sangat terarah. Nggak perlu susah-susah mikir beli apa, saya tinggal mampir ke Gramedia, langsung menuju rak yang khusus men-display buku anak-anak, memilih-milih sebentar (pakai feeling), bawa ke kasir, dan beres.

Alasan kedua saya hobi membelikan si kecil ini buku (sampai saya dijuluki supplier oleh ibunya Alex), karena... yah, buku adalah sarana belajar yang paling efektif dari masa ke masa, toh? Membeli buku itu artinya berinvestasi. Yea, yea... klise syekaleee. Tapi bener, kan? *wink*

Hampir seminggu ini Alex rewel karena penyakit musiman pancaroba (eh, sekarang masih pancaroba nggak sih, hitungannya?): radang tenggorokan dan pilek. Booo... kasihan banget. Anak-anak kecil adalah makhluk yang sangat menderita kalau sedang sakit. Mata berkaca-kaca (meski tidak menangis) dan tidak sebening biasanya, sorotnya redup, hidung terus mengeluarkan ingus sampai lecet karena keseringan diseka, suara bindeng, badan lemas.

Alhasil, beberapa hari ini Alex jadi sangat cranky. Lebih-lebih karena sepupunya dari Jawa Tengah (yang sedang berkunjung ke Jakarta dan memiliki hubungan love-hate dengan bocah ini hingga sering banget berantem) tidak habis-habisnya melakukan hal-hal yang memicu emosi jiwa. Yah... namanya juga anak-anak. Sebenarnya tindakan menjengkelkan itu bisa dimaklumi, tapi tidak bagi Alex yang sedang nggak enak body dan jadi super-sensitif.

Puncaknya adalah 2 hari lalu. Alex terus merengek. Tubuhnya panas, wajahnya sayu dan tidak henti-hentinya rewel. Batuk-pileknya semakin menjadi-jadi. Karena dia anak yang aktif, dia tidak betah diam di kamar. Tapi untuk bermain seperti biasa juga tidak mungkin.

Sore itu, saya masuk ke rumah Alex dan menemukannya sedang terbaring lemas di sofa, dipakaikan baju tidur oleh Ncus-nya sambil terus merengek. Matanya basah dan sembab karena kebanyakan menangis. Ingus berlelehan dari hidungnya dan dia terus terbatuk.

Saya meraba keningnya. Hangat.

Tangisan Alex semakin keras ketika si Ncus membedaki tubuhnya. Tapi dia tidak meraung atau menjerit -- sepertinya sudah kehabisan tenaga.

Saya mengeluarkan sebuah buku dari balik punggung. Buku bersampul merah yang masih dibungkus plastik dan berjudul ‘Spot Goes to School’. Saya menggoyang-goyangkan buku itu di depan wajahnya.

Benar saja. Sepasang mata bulatnya segera terfokus pada cover yang eye-catching. Dalam hitungan detik, tangisnya pupus.

Saya menyerahkan buku itu ke dalam genggaman tangan-tangan mungilnya.

“Dibukanya besok pagi aja, ya. Sekarang Alex bobo dulu,” pesan saya. Dia mengangguk sambil memeluk buku barunya erat-erat.

Ncus sudah selesai memakaikan baju. Si kecil Alex kini siap tidur, ditemani buku yang masih bau toko.

Ia bersandar dengan tenang di bahu Ncus, mata sembabnya berbinar-binar memperhatikan buku baru dalam genggaman. Itulah binar pertama yang saya lihat sejak menyambangi rumahnya pagi itu.

Bibir mungilnya membuka, menampilkan sederet gigi susu yang belum sempurna.

Alex tersenyum.

Saya sudah terbiasa memberi Alex buku, sampai dijuluki ‘supplier’ oleh ibunya. Saya sudah sangat terbiasa menyambangi toko buku, langsung menuju rak yang memajang buku anak-anak, memilih-milih sebentar, dan membawanya ke kasir. Saya selalu suka mencium harum buku baru dan menyerahkannya ke pelukan Alex.

Hari ini berbeda.

Saya tidak mengeluarkan uang untuk membeli buku. Saya membeli sebuah senyuman.

Dan di tas saya masih tersimpan sebuah buku berjudul ‘Zara the Elephant’.

3 comments:

Ika Devita Susanti said...

Alex akan menjadi anak yang cerdas :D

krismariana widyaningsih said...

wah, kalo Alex suka buku dari kecil, itu berarti ibunya pinter juga hehehe ;)

Jenny Jusuf said...

Mommy & Daddy-nya memang sangat suka baca & wawasannya luas. Kecerdasan dan minat baca itu nurun ke Alex. Dari umur setahun dia udah bisa ngenalin huruf lho. Daya ingatnya kuat sekali. ;-D