Mereka bilang, perpisahan adalah sebuah titik
Bagiku, perpisahan adalah sebuah koma
Yang mengajarku menggurat tanda-tanda lain di kanvas ini
Mereka bilang, perpisahan adalah duka
Bagiku, perpisahan adalah lahirnya jiwa
Ketika sayap yang merapuh kembali menemukan daya
Mereka bilang, perpisahan adalah derita
Bagiku, perpisahan adalah menerima dan memaafkan
Dan dari sana aku belajar mengenal cinta
Mereka bilang, perpisahan adalah akhir
Bagiku, perpisahan merupakan awal
Karena perpisahan mempertemukanku denganmu
Hari ini, genap duabelas bulan sudah
Kita masih menari, dan kita masih tak tahu
Kemana hidup akan bergulir, kemana hati mengalir
Namun satu hal hatiku tahu
Apa pun yang dihadiahkan hidup pada kita kelak
Perjumpaan denganmu adalah sesuatu yang akan kusyukuri selamanya.
Mauliate godang, Kakak. Holong rohakku tu ho. It’s been a wonderful year. :-)
~ Banten, 18 Juli 2008 - 18 Juli 2009 ~
*Gambar dipinjam dari gettyimages.com
5 Destinasi Wisata Otentik Bali
5 weeks ago
12 comments:
Hai Jeeen;)
cuma pengen numpang nyecer inspirasi boleh ya...seharian ini satu temuan hati yang terus mengusik saya. Jika ada yang bertanya hidupmu mau ke mana untuk apa? saya g tau kalo jawaban ini jodoh tanya tsb tapi saya merasa kesetrum banget,"saya hanya semata ingin belajar membuat orang lain merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan gerbang ini hanya akan bisa terbuka bila saya sendiri bisa nyaman dengan diri saya sendiri. amin ya robbal alamin;)
"saya hanya semata ingin belajar membuat orang lain merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan gerbang ini hanya akan bisa terbuka bila saya sendiri bisa nyaman dengan diri saya sendiri"
Nicely put, mbak. Entah kebetulan atau tidak, beberapa minggu ini tema yang sama juga terus 'mengusik' saya. It's beautiful. :-)
jadi kepikiran...bagaimana nyaman dengan diri sendiri sementara "diri" itu ntah yang seperti apa? kadang seorang pendiam yang ingin menyendiri, kadang si bawel yang selalu menceriakan suasana, atau mungkin tidak apa menjadi "diri" yang selalu berubah-ubah? selama kita nyaman dengan itu?
apa terlalu egois juga hanya memikirkan diri sendiri? hahaha...
Ini kenapa bahasannya jadi beda sama isi entry yak? Hehe.
Fenny:
Bicara tentang 'siapa diri', saya sendiri masih terus mencari. Sementara pencarian itu belum usai, saya merasa nyaman dengan diri saya yang sekarang apa adanya. Seperti setiap detik dalam hidup yang senantiasa baru, saya juga selalu mengalami perubahan. Saya yang kemarin tidak sama dengan saya hari ini. Saya yang satu jam lalu tidak sama dengan saya pada detik ini. Jenny yang menulis entri blog ini tidak sama dengan Jenny yang menulis komentar di sini. Intinya barangkali bukan terletak pada diri yang senantiasa berubah, namun bagaimana kita menerima dan berdamai dengannya.
Pada dasarnya setiap orang adalah makhluk yang egois. Saya bahkan percaya kita tidak pernah betul2 melakukan sesuatu untuk orang lain, sekalipun kita menyangka demikian. Segala hal yang kita lakukan sebenarnya kita perbuat untuk diri sendiri. :-)
yup setujaa Jen:) persis seperti danau yang nampak bermuram durja setelah kematian narcissus. melihat ini dewa hutan bermaksud hendak menghibur sang danau, pantaslah kamu bersedih, mungkin belum pernah ada seorang seperti narcissus yang setia datang menjengukmu untuk menikmati keindahanmu. (kenyataannya narcissus saben hari metengkreng di danau semata mengagumi keindahan wajahnya,wkwkwk) sebaliknya sang danau mengklarifikasi, "saya tidak begitu mengenal siapa itu narcissus, yang saya ketahui adalah keindahan saya yang terpantul dari kedalaman matanya. alamaaaaak! Narcissus boleh gubrak karena ternyata sang danau narsis pangkat tujuh dibanding dia, ada yang narsis'e uuadoooh luuebih narsis dari dia, whuaahuahahua....
Jadi sodara sodara sebangsa setanah air, sebelum mengatakan cinta kepada sso tanyakan kepada kadalaman ego kita, sungguhkah kita sedang mempersembahkan kagum kepadanya? ato semata memperjuangkan rasa puas karena dikagumi olehnya?
nambah dikit yaa...
itulah sebabnya bagi saya dengan belajar meyakinkan orang lain untuk menerima dirinya sendiri, puas dengan dirinya, nyaman dengan dirinya sendiri, barulah kita bisa belajar setapak demi setapak mengagumi, menghargai orang lain tanpa embel2 KARENA dan sekali lagi syaratnya nyaman dengan diri sendiri lebih dulu, terima diri sendiri, kenali diri sekeping demi sekeping. Dengan demikian kita tidak 'memperalat' orang lain hanya untuk menjadi cermin mengagumi keindahan diri sendiri. menurut saya mengenali diri adalah cara yang waras untuk memandang jernih ego;)
maap Jen, komentar2e jadi rating kiri dari entrine...hehe tersesat ke jalan yang benar....
Titipan quote dari Romo Harsanto: "Life is a pilgrimage on discernment paths of the truths. Urip iki maneges kasunyatan. Hidup memang perjalanan dengan mempertimbangkan kebenaran sana sini situ."
“Saat aku mengalami diriku sepenuhnya, maka aku mengakui bahwa aku adalah sama dengan manusia lain, maka aku mengakui bahwa aku adalah seorang anak, seorang pendosa, seorang yang memiliki harapan dan seorang yang putus asa, seorang yang bisa merasakan kegembiraan dan seorang yang bisa merasakan kesedihan. Aku menemukan, hanya konsep, adat, dan permukaannya saja yang berbeda, dan bahwa hakikat manusia adalah sama. Aku menemukan, aku adalah semua orang, dan bahwa aku menemukan diriku dalam penemuanku atas orang lain, dan sebaliknya. Dalam pengalaman ini aku menemukan apa yang disebut sebagai kemanusiaan, aku menemukan Satu Manusia”
(Erich Fromm, Beyond The Chains and Illusion)
haiii jenny,,,
kalo aku baca baca postinganmu, kamu itu individu yang ga rasis,,semua jenis individu kamu gauli,,,
sampai kaget ada tulisan ini
==Mauliate godang, Kakak. Holong rohakku tu ho===
hehehe itu my mothertongue
Horas!!!
Maya: Hehe. Kebetulan beberapa sahabat saya orang Batak dan sering ngomong pakai bahasa Batak, jadi dikit-dikit tau. Moga2 next time bisa pake bahasa Perancis. *ngarep punya temen bule Perancis* :-D
trus aku komen apa yak...
MmmMmmm..
"au pe holong do rohangku to ho"
berharap tidak mimpi bisa berjumpa dengan kakak.. :)
Post a Comment