Wednesday, September 29, 2010

Surat Buat Presiden

Bapak Presiden yang Terhormat,

Beberapa minggu lalu, seorang pejabat tempat ibadah mengalami luka berat akibat penusukan yang dilakukan sekelompok orang dari sebuah organisasi pembela agama. Sebelumnya, tempat ibadah yang dilarang berdiri itu sudah menjadi saksi unjuk rasa dan adu jotos kepentingan atas nama agama. Jemaat pun terguncang. Bukan saja mereka kehilangan tempat beribadah, mereka harus menyaksikan orang yang mereka hormati berlumuran darah di depan mata mereka sendiri.

Kemarin, ratusan orang dari sebuah organisasi agama menyerbu sebuah festival film. Mereka mengancam akan membakar tempat itu. Kemudian Bapak Menteri mengeluarkan pernyataan yang membuat kami terhenyak. Kegiatan itu menyimpang dari etika masyarakat, katanya. Kami pun termangu. Sejak kapan preferensi seksual seseorang menjadi tolok ukur etika dan moral masyarakat?

Hari ini, terjadi kerusuhan di Jalan Ampera. Mereka bilang, korban tewas sejauh ini sudah tiga orang. Empat luka-luka. Seorang polisi tertembak. Potongan tubuh terserak di jalan. Jalan ditutup. Kemacetan mengular. Masyarakat diperingatkan untuk menjauhi area itu.

Bapak, saya tak mengerti politik dan tak ingin tahu banyak tentang politik. Saya warga negara biasa yang sudah cukup puas dengan kehidupan yang layak dan pekerjaan yang baik. Saya yakin di negara ini banyak yang seperti itu. Politik bukan bidang kami, dan barangkali kami memang tak perlu memahaminya, karena seperti yang sering dibilang orang, politik itu bau tai. Kami lebih suka mencium aroma makanan ketimbang kotoran, maka kami serahkan ranah itu kepada orang-orang yang sudah ahli berkecimpung di dalamnya. Namun, kali ini, izinkan kami bersuara.

Bapak, kami marah bukan karena benci. Kami marah karena cinta. Cinta yang kepalang besar bagi pertiwi yang tanahnya sudah kami injak puluhan tahun, yang udaranya kami hirup setiap hari, yang hasil buminya memberi makan mulut-mulut kami.

Prihatin tak lagi cukup, Bapak. Beragam janji dan instruksi tidak lagi mampu membungkam mulut kami, karena kami sudah kenyang dengan janji. Kami lelah menunggu tanpa daya. Kami letih menonton tanpa bisa berbuat apa-apa.

Nyanyian dari bibirmu sudah kami dengarkan, Bapak. Kini kami menanti sesuatu yang lain. Yang bukan cuma bisa kami simpan dalam bentuk kepingan cakram. Yang bukan cuma bisa kami baca di internet, kami lihat di televisi, kami simak di koran, tanpa pernah menghasilkan apa-apa.

Kami tak minta banyak, Bapak. Kami hanya ingin orang yang kami pilih mampu menyediakan keamanan bagi kami. Kami ingin bisa beribadah dengan damai. Kami ingin bisa melalui jalan-jalan kota dengan tenteram. Kami ingin menikmati film dan pergi ke tempat-tempat hiburan dengan leluasa. Kami ingin bebas dari rasa takut dan teror.

Kami ingin pajak yang kami bayarkan digunakan untuk sebaik-baiknya kepentingan rakyat dan pembangunan negara, karena sekalipun kami hidup berkecukupan, jutaan penduduk Indonesia belum menikmati kehidupan yang layak. Sudah cukup kami merasa pedih melihat uang hasil jerih payah kami digunakan untuk plesiran anggota dewan yang terhormat, sementara jutaan rakyat miskin makan nasi yang sudah kotor setiap hari.

Kami muak dengan kekerasan. Kami muak dengan aksi semena-mena. Kami muak melihat nama Tuhan digadaikan demi hawa nafsu segelintir orang tertentu. Kami sudah lelah mencaci dan menangis.

Bapak, tolong dengarkan kami. Lakukan sesuatu. Bertindaklah agar kami tahu orang yang kami pilih memang layak mengemban kepercayaan kami.

Kami tak minta banyak, sungguh. Jangan bilang itu terlalu sulit.

-----

13 comments:

Anonymous said...

bapak yang baik adalah bapak yang sayang sama anak-anaknya... -AF-

Anonymous said...

bapak yg baik adalah bapak yg akan menjaga kerukunan antar anak2 nya

Andra Maulana said...

great piece mba jenny. aku ijin reblog di tumblr yah? link is at: http://bit.ly/9cYRju

kalau keberatan, do drop me a note at my twitter @andramaulana and i'll delete the post. :)

Anonymous said...

two thumbs bwt mba' jejen...\m/

andromeda said...

Dear Pak Presiden, kami pernah dijanjikan akan mendapatkan keamanan dan ketentraman pada masa pemerintahan bapak, tapi mana?? janji tinggal janji, jangan jd presiden yang busuk dimata rakyatnya ya pak...

andromeda said...

mbak, maaf loh kalu aku jd merepet sendiri disini, udah kehilangan respect sih :(

Drn31 said...

buapaknya lagi curhat...

love said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Banyak yang ingin ini, ingin itu dan saya salah satunya

satu pertanyaan dikepala saya yang belum bisa saya jawab iya atau tidak

"Iyakah hanya Bapak satu itu yang bersolusi?"

dan saya malah asik bermain-main dikepala saya:

Kapasitasnya memungkinkan untuk itu

tapi sudahkah saya berlaku sesuai dengan ingin saya dan tidak erugikan orang lain?

Sudahkah saya berpandangan terbuka dan mengajak lingkungan kecil saya berpikir terbuka juga?

apakah orang diluar sana juga berpikir seperti kepala saya berpikir?

atau saya terlalu kerdil untuk menjawab iya/tidak?

Murni Rosa said...

Petisi berikutnya setelah petisi2 online yang sudah.

Saya ikut sign!

Anonymous said...

Jennyy,
huhu.. terharu bacanya :'((

Anonymous said...

Tulisan yg begitu menggugah jiwa. Kamu ispiratif, Mbak. :) salam dari Aceh. - Arbi.

dittus alpatria said...

masalah negara memang terfokus pada pemimpinnya. kita butuh pemimpin yang jujur adil tegas dan bijak.