Wednesday, April 18, 2007

Badai Pasti Berlalu

Kalimat itulah yang saya ketikkan di SMS untuk menguatkan seorang sahabat yang sedang gundah.
Setelah berkali-kali disakiti oleh orang yang disayanginya, akhirnya ia mengambil keputusan tegas untuk berpisah. Bukan hal yang mudah bagi sahabat saya. Walau tidak banyak bicara, saya tahu ia terluka.

Kalimat itu juga yang diucapkan seorang teman kala saya meneleponnya sambil menangis, akhir Oktober lalu. Saya masih ingat betul apa yang ia katakan: “Badai pasti berlalu, enggak mungkin selamanya. Setelah ini akan ada kesenangan, juga badai-badai lain...

Saya mengingatnya seperti baru kemarin, karena kalimat itu selalu terngiang di benak saya saat menghadapi berbagai masalah yang sulit diatasi; yang sering kali membuat sedih, kesal, kecewa, bahkan frustrasi (hayyyahh...).

Sahabat saya terpaksa melepaskan orang yang disayanginya karena ada terlampau banyak luka dan masalah yang tidak terselesaikan di antara mereka berdua. Saya yakin, sangat menyakitkan berpisah dengan orang yang sekian waktu lamanya ia sayangi dan percayai dengan segenap hati. Namun, seandainya sahabat saya tetap berpegang pada rasa 'sayang'nya, badai itu (mungkin) tidak akan berlalu dari hidupnya.

Kadang ada badai yang tidak bisa kita hindari, betapapun kita mencoba menangkisnya.
Kadang ada airmata yang tetap luruh, betapapun kita mencoba menahannya.
Kadang ada peristiwa tidak enak yang terjadi, betapapun kita mencoba menghindarinya.
Dan kenyataan tetaplah kenyataan, betapapun kita mencoba mengingkarinya.

Dalam kasus sahabat saya, keputusannya untuk berpisah-lah yang akan menyelamatkannya dari badai yang lebih besar. Dalam kasus Anda maupun saya, mungkin dibutuhkan cara penanganan dan perspektif yang berbeda.

Apapun itu, tetap dibutuhkan sebuah pengambilan keputusan.

Saya tidak mengatakan pengambilan keputusan Anda akan membebaskan Anda dari badai tersebut sepenuhnya; namun setidaknya, Anda akan terhindar dari badai-badai lain yang lebih besar. Itu kalau Anda mengambil keputusan dengan benar.

Sahabat saya memilih untuk mengesampingkan perasaan emosionalnya, menilik dengan bijak dan mengambil keputusan yang tepat.
Hal yang sama bisa kita lakukan.
Anda dan saya.
Pertanyaannya, maukah kita?

Saya membaca penggalan kalimat itu sekali lagi, dan sambil nyengir menambahkan kalimat berikutnya:
'at least, bersyukur bahwa pembawa badai itu sudah tersingkir'.

Saya membaca SMS tersebut untuk terakhir kali, tersenyum dan menekan tombol ‘send’.



Tuhan tidak pernah berjanji langit akan selalu cerah.
Namun justru saat langit tidak cerah, kita bisa melihat pelangi.


No comments: