Saturday, November 17, 2007

Hei... Kamu.

Hei, kamu yang di sana…

Lagi ngapain?

:-)

I know this is ridiculous. Baru 1 jam lalu kita pisahan, tapi saya sudah ngerasa kangen sama kamu.

Kamu yang selalu mengisi hati saya dengan cara-cara yang unik, dari dulu sampai sekarang. Anehnya, saya sering, lho, nggak sadar bahwa kamu ada di situ -- di sudut terpencil itu. Saya sangat jarang berpikir tentang kamu, tapi setiap habis bertemu kamu, otak saya pasti dipenuhi khayalan-khayalan menggelikan. Tentang kamu. Tentang kita.

Kamu adalah pahlawan masa kecil saya. Kamu selalu jadi ksatria buat saya, walau tidak ada naga yang harus dikalahkan atau musuh jahat yang harus ditumpas. Kamu ada di sana, dan itu cukup untuk membuat saya merasa seperti putri yang dijagai ksatria. Aneh sebetulnya. Kalau saya bertengkar dengan anak lain, kamu tidak terlalu membela saya. Malah, kamu lebih banyak diam. Tapi kamu ada di sana, dan kehadiran kamu selalu lebih dari cukup.

Kamu ingat nggak, waktu saya SMP (eh, atau SD tingkat akhir ya?), mereka mengolok-olok saya waktu saya bilang saya suka kamu. Mereka ngetawain saya habis-habisan, sampai saya ogah ketemu mereka selama berhari-hari. Malu! Saya sempat sebal pada mereka, tapi saya nggak bisa berbuat apa-apa karena saya tahu mereka punya alasan untuk berbuat seperti itu. Dan sialnya, alasan mereka benar.

Konyolnya, gosip bahwa saya suka kamu sempat tersebar luas, dan saya kembali jadi bulan-bulanan. Saya cemas banget, kuatir kalau kamu mendengarnya. Bukan, saya bukan takut kamu akan marah atau menjauhi saya. Saya hanya tidak mau kamu mendengar itu dari orang lain.

Mereka bilang itu cuma cinta monyet, dan saya percaya. Saya yakin perasaan itu hanya bagian dari sebuah fase hidup yang akan hilang dengan sendirinya ketika saya menapak ke fase berikutnya. Dan memang itu yang terjadi. Seiring bertambahnya usia, kamu mulai tenggelam dalam dunia kecilmu, begitu juga saya. Kita tak lagi sering bertemu. Kita tak lagi bermain bersama, karena kita telah tumbuh besar. Hidup tidak sesederhana dunia kanak-kanak di mana segalanya tampak begitu mudah. Hidup tidak sesimpel masa-masa di mana kita tak perlu bersusah-susah memikirkan karir, cinta dan tetek-bengek kehidupan yang menyebalkan (heran, kenapa dulu kita pengen banget cepat-cepat tumbuh dewasa, ya?).

Kita makin jarang bertemu, sampai akhirnya tidak pernah sama sekali. Saya hanya mendengar berita tentang kamu dari adik-adikmu. Kamu lulus kuliah. Kamu diterima di sebuah perusahaan jasa. Kamu menjalin hubungan dengan seorang perempuan berkacamata minus (pssst, mereka bilang, perempuan itu mirip saya!). Kamu putus dengan dia (yaaay!). Karirmu terus menanjak. Kamu mendapat promosi yang cukup besar dengan jabatan dan fasilitas yang membuat saya terkagum-kagum. Saya sangat bangga mendengarnya. Kamu hebat.

Ketika akhirnya saya bertemu lagi denganmu, sumpah, saya kaget melihat ‘penampakan’mu. Kamu, yang dulu bermain bersama saya dengan kaus oblong dan celana pendek, sekarang mengenakan kemeja lengan panjang dan dasi. Raut lugu dan cupu (maaaaap!) yang dulu selalu menghiasi wajah kamu, sekarang digantikan aura maskulin dan kematangan pria dewasa. Hanya satu yang tidak berubah dari kamu: ketulusan yang selalu terpancar dari mata jernih kamu. Kebaikan hati yang selalu membuat saya leleh sama kamu.

Saya tersentak.

Mereka bilang itu cuma cinta monyet. Tapi kenapa hati saya jadi deg-deg-serrr nggak jelas begini? Kenapa pipi saya jadi panas? Dan kenapa juga saya jadi tergoda memasang foto kamu sebagai wallpaper HP saya?!

O-H M-Y G-O-D.

Nggak. Nggak boleh. Pokoknya NGGAK.

Saya terus menggaungkan kata-kata itu pada diri sendiri -- berkali-kali, demi mengusir imaji yang terus menyelinap usil di otak saya. Imaji tentang kamu. Tentang KITA. Konyol.

Saya merasa sangat bodoh. Memelihara cinta monyet sampai setuir ini, padahal jelas-jelas itu mustahil terwujud.

Jadi, saya kembali berusaha menguasai diri, sekuat tenaga. Saya mencoba segala cara untuk melenyapkan pikiran tentang kamu dari sel-sel otak ini.

Saya cukup berhasil. Selama berbulan-bulan, kamu hanya singgah sesekali di benak saya, dan itu tidak mengganggu saya. Saya lumayan repot dengan berbagai hal sehingga tidak punya banyak waktu untuk memanjakan diri dengan bayangan kamu.

Sampai saya ketemu kamu lagi, hari ini.

DAMN.

Semua usaha saya jadi mentah begitu saja, karena dengan bodohnya saya kembali termehe-mehe dengan kehadiran kamu. Saya kembali deg-deg-serrr nggak penting ketika berada di dekat kamu. Saya kembali salting seperti anak SMP baru pacaran.

Ah, sungguh tolol.

Sekarang saya harus berusaha ekstra keras (lagi) untuk melupakan kamu; kali ini untuk seterusnya.

(Eh, atau sebaiknya nggak usah berusaha terlalu keras aja, ya? Soalnya ada yang bilang, semakin diusahakan, malah makin susah lupanya.)

Kamu tahu, saya sering berkhayal nakal: alangkah enaknya kalau kita tidak pernah tumbuh dewasa. Kita bisa terus bermain-main. Saya jadi putri, dan kamu adalah ksatria; meski tidak ada naga yang harus dikalahkan dan musuh jahat yang harus ditumpas.

Sayangnya, itu nggak mungkin.

Kita tetap tumbuh dewasa, dan kita tetap tidak bisa bersama-sama.

Kenapa?

Karena kamu sepupu saya.

:-)

No comments: