Monday, May 19, 2008

Refleksi dalam Satu Halaman

Beberapa hari lalu, ketika membuka e-mail, saya melongo jaya membaca nama pengirim yang tertera di inbox.

Dewi Lestari mengirim e-mail ke saya?

Penasaran sekaligus surprised, saya langsung melahap tulisan yang cukup panjang itu. Sejujurnya, saya tak tahu harus berkomentar –atau me-reply- apa. Namun, membaca 2 kalimat pendek yang tertera di akhir e-mail, saya merasa perlu melakukan sesuatu melalui media bernama blog ini.

Tapi apa yang harus saya tulis?

Tak banyak informasi yang saya miliki tentang pemanasan global, penyelamatan Bumi, dan sebagainya. Kendati telah sering membaca artikel dengan topik serupa, hanya sedikit pengetahuan dan tips yang berhasil dijaring otak saya. Sisanya menguap entah ke mana, mungkin ini membuktikan bahwa saya memang penikmat fiksi sejati *yayaya, pembenaran* ;-)

Bagaimanapun, e-mail itu cukup ‘mengusik’ saya. Menggugah. Mendorong. Mengingatkan, berkali-kali.

Satu halaman. Satu jam.

-----

Setiap hari Jum’at, kantor saya membolehkan para pekerja mengenakan pakaian kasual demi membebaskan diri dari aturan formil yang menjemukan. Ketika sedang menuju pantry untuk mencuci sendok bekas makan siang, saya menunduk dan membaca sebaris kalimat pada t-shirt yang saya ambil secara asal dari lemari.

I want to save the world. Do you?

Tulisan itu tercetak dengan warna putih mencolok di atas t-shirt hijau gelap.

Mendadak saya tercenung dan memperlambat langkah.

Menyelamatkan dunia? Bisakah?

Rasanya mustahil. Apalah artinya perbedaan yang dilakukan satu orang terhadap dunia yang berisi milyaran orang?

Pertanyaan itu terlintas dan berputar-putar di benak saya.

Apalah artinya sekelumit kesadaran pribadi jika dibandingkan dengan kerusakan massal yang terjadi setiap hari, yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang serakah mengeksploitasi bumi bagaikan monster?

Apalah artinya menahan diri untuk berpuasa daging sementara setiap hari ribuan ternak dipotong untuk dijadikan santapan, mulai dari restoran mewah hotel bintang lima sampai warung pinggir jalan?

Apalah artinya menerapkan pola disiplin diri demi bersahabat dengan alam sementara saya kerap putus asa menyaksikan entengnya tangan-tangan manusia merusak lingkungan yang kita (coba) pelihara ini?

Saya meraba t-shirt itu dengan hati-hati, khawatir mengotorinya dengan minyak yang melumuri jari. Sebelah tangan saya masih menggenggam mug dan sendok. Lalu pertanyaan-pertanyaan itu terhenti.

Bukan oleh jawaban yang mencerahkan, ide spektakuler maupun inspirasi cemerlang.

Kebingungan itu dihentikan oleh pertanyaan terakhir: Akankah dunia yang berisi milyaran orang ini berubah, jika tidak ada satu orang yang peduli?

Saya mempercepat langkah menuju pantry. Saya tak perlu lagi bertanya. Jawabannya sudah jelas. Dan seharian ini, saya sungguh bangga mengenakan kaus hijau itu. Bukan karena warnanya yang cantik atau kata-katanya yang menggugah, namun karena benda itu telah mengingatkan saya akan esensi keberadaan saya di alam semesta: untuk membantu menciptakan dunia yang lebih baik, hari demi hari. Dimulai dari diri sendiri.

Mari berkaca. Bukan pada rusaknya alam yang disebabkan oleh tangan-tangan penuh nafsu. Bukan pada isu pemanasan global dan krisis pangan. Bukan pula pada menjamurnya pemberitaan mengenai Bumi yang semakin menua. Mari mulai dari yang paling sederhana: berkaca pada sepiring nasi dan lauk-pauk yang kita santap 3 kali sehari, kendaraan yang membawa kita menyusuri jalan, dan apa-apa saja yang tercatat dalam shopping list kita setiap hari, minggu, bahkan bulan.

Mungkin ajakan menjadi vegetarian atau mengganti kendaraan bermotor yang nyaman dengan sepeda terdengar agak ‘menakutkan’. Tapi saya percaya kita bisa memulai gerakan penyelamatan Bumi dari hal-hal yang (tampaknya) kecil namun penuh arti: mengurangi konsumsi daging, menggunakan kendaraan bermotor dengan efisien dan menerapkan tips hemat energi.

Mengurangi kenyamanan? Mungkin iya. Tapi tindakan-tindakan sederhana yang berpotensi mengurangi rasa nyaman itu sesungguhnya tak lain dari uluran tangan penuh keramahan pada Bumi yang telah menghidupi kita semua. Tempat kita berpijak, bernafas, tumbuh dan menjelang hari.

Mari bercermin. Mari bertindak. Sekarang.

:-)


*Tulisan Dewi Lestari yang berjudul ‘Satu Halaman – Satu Jam’ serta informasi berharga mengenai pemanasan global dan penyelamatan Bumi bisa dibaca di sini.

**Ingin mendapatkan t-shirt seperti di atas sambil mendukung pelestarian lingkungan? Silakan mampir ke sini.

No comments: