Ratusan malam kulewatkan sudah. Menyirami asa, mempertahankan harap. Demi kesempatan untuk kembali. Demi segala yang pernah kita bangun, karena seperti yang kutahu, kita sama-sama tahu, hati selalu merindu untuk bisa bersama lagi.
Cinta. Cuma itu alasan yang membuat asa dan harap betah bertahan, kendati jiwa sudah mau mati. Dalam sekarat pula aku bertanya, layakkah kita terdera? Layakkah aku merana sampai sesak? Dan tanpa mampu kuhindari, pertanyaan final itu tiba. Bagaimana jika.
Ratusan malam kulewatkan dalam sendiri. Mencoba menggali jawaban dan mengerti dengan sia-sia. Kini, aku tahu sudah. Perjalanan ini memang harus berakhir di sini.
Maaf atas semua yang tak pernah kuungkapkan, yang selalu ingin kuucapkan, yang tak tertampung ruang dan waktu. Maaf karena bukan saja tak bisa lagi bersamamu, aku juga akhirnya melepasmu.
Mereka bilang, hanya masalah waktu sampai kita kembali dipertemukan. Namun kita tak akan pernah tahu. Aku berhenti berharap, bukan karena tak lagi menginginkanmu. Kulepas dirimu, karena inilah waktunya. Kulepas dirimu, agar aku bisa tetap hidup. Agar mereka yang kusayang tak perlu ikut terdera.
Hari ini, kularung segala asa untuk bersamamu. Harapan yang tersimpan untuk memilikimu. Cinta yang memang tak pernah sama lagi. Kuhanyutkan mereka, kendati hati tak ingin kenangan akanmu terhapus.
Kenangan memang bukan jatahnya hati. Ia tersimpan dalam benak, dan akan selalu ada di sana. Begitu pula dirimu. Kau permata yang akan selalu tersimpan. Cahaya yang takkan pernah redup tuk kusyukuri. Namun hatiku telah kubiarkan bebas, dan aku tak ingin menjeratnya kembali.
Kendati sesak jiwa mencoba mempertahankanmu, kini aku mampu melepasmu. Menerima semua tanpa perlu mengerti.
Terima kasih untuk semua yang pernah ada. Terima kasih telah menjadi sahabat, guru, dan pembimbing terbaik yang pernah hadir. Terima kasih untuk cinta yang telah menghangatkan dan membuatku bergelora.
Kini, ijinkanku pergi tanpa harapan untuk kembali.
-----