Sebagai orang yang gaptek, saya tidak terlalu paham seluk-beluk komputer. Tapi ketika komputer saya mulai bandel, ‘susah diatur’, dan lelet setengah mati, saya tidak memerlukan otak seorang ahli komputer untuk menyadari: ada yang enggak beres nih!
Lambatnya komputer menyebabkan gangguan dalam banyak hal, karena saya termasuk orang yang ‘tidak bisa hidup tanpa komputer’. Plus, kegiatan
socializing via internet jadi tidak nyaman lagi. Bayangkan, sejak menekan tombol
power, butuh waktu 10 menit sampai komputer betul-betul siap dipakai. Untuk meng-
connect ke internet dan membuka Yahoo! (
first page-nya, lho, belum
mail-nya), perlu 10 menit lagi.
Kalau tidak ingat bahwa komputer ini belum lama dibeli, saya nyaris mengikuti saran usil seorang teman, “pake lem biru aja! Lempar, beli baru.” Masalahnya, komputer saya bukan peranti jangkrik yang harus dimusnahkan karena ‘sudah enggak zamannya’. Segaptek-gapteknya, saya cukup
engeh untuk tidak membuang komputer Pentium 4 hanya karena lambat, bandel, dan 101 alasan lain yang mengesahkan penggunaan lem biru.
Alasan logis saya yang pertama adalah, belinya pakai uang, dan cukup mahal. Alasan kedua, saya belum menguasai ilmu sulap mengubah daun pisang menjadi lembaran seratus ribu. Jadi, saya memutuskan untuk survive dengan komputer tercinta ini. Sampai akhirnya saya tak tahan lagi, dan menelepon seorang sepupu yang tidak segaptek saya.
Jawabannya ternyata simpel: komputer saya perlu di
format ulang. Dibersihkan dari
file dan program yang bikin ‘berat’, supaya baik jalannya (mengingatkan saya pada lagu ‘Naik Delman’ zaman SD).
“Semua data yang ada di sini nanti bakal hilang,” jelasnya. Saya kontan melotot. Semua foto dan tulisan saya ada di komputer! Kiamat betul kalau sampai lenyap. “…tapi jangan khawatir,
file-file yang masih terpakai bisa di
copy dulu ke
disc. Setelah di
format, bisa dikembalikan lagi ke komputer,” sambungnya, membuat saya kembali bermafas lega.
Sampai hari ini, saya masih tetap gaptek. Tapi paling tidak, saya sudah tahu kalau komputer yang lelet dan bandel seyogianya tidak di-lem biru, melainkan di
format ulang. Dibersihkan dari program-program usang yang mengganggu, agar lancar jalannya dan bisa digunakan secara maksimal.
Mungkin hidup kita juga seperti itu. Kalau ada masih ada bagian yang ‘berantakan’, ‘susah diatur’, dan tidak berfungsi secara penuh, siapa tahu di dalamnya ada beberapa aspek yang perlu ‘dibersihkan’. Atau ‘di
reformat’ sekalian, kalau sudah ‘terlanjur parah’ kayak komputer saya. Dan setelah itu pun, harus sering-sering meluangkan waktu khusus untuk ‘men
defragnya’ (ini istilah komputer untuk merapikan atau menata ulang) supaya kondisinya tetap terjaga dan bisa dipakai dengan maksimal. Apalagi kalau kita bicara tentang
destiny, visi, de-es-be-nya. Walaaah… yang pasti enggak cukup cuma jadi ‘warga negara yang baik dan taat hukum’. Kita sangat perlu kehidupan yang selaras kebenaran, fondasi yang kokoh, 'stamina' rohani yang kuat, serta arahan yang jelas. Dan untuk meng
install itu semua dalam hidup kita, enggak bisa pakai
software antik zaman baheula!
Sering-seringlah mem
format dan men
defrag komputer rohani ini. Percayalah, Anda sendiri yang akan menikmati hasilnya. Dan saya rasa, Sang
Mastermind Agung juga menciptakan kita untuk jadi
gadget berteknologi tinggi nan mutakhir, bukan peranti jangkrik keluaran abad 19 yang sudah
bodol dan siap di-lem biru…
p.s: buat yang masih belum yakin dengan tulisan di atas, izinkanlah saya mengajukan pertanyaan ini: seandainya Anda jadi Bill Gates, Anda akan memilih menggunakan yang mana, laptop canggih dengan Intel Centrino Duo Mobile Technology, atau mesin ketik zaman Asrul Sani?
Silakan dijawab, lho…